Senin, 28 Januari 2013

Pentingnya Kesan Pertama

Pernahkah konsumen Anda merasa tidak nyaman atau tidak simpati kepada Anda, padahal, Anda adalah orang yang baru saja ia temui untuk kali pertama? Jika itu terjadi, berhati-hatilah. Sebab, sebuah kesan pertama telah disia-siakan secara fatal. Kesempatan yang mungkin berharga, telah dieliminasi oleh sebuah kesan tiga detik pertama. Inilah momen kritis yang harus diwaspadai seorang penjual kepada konsumennya.

Jika seorang konsumen atau pelanggan merasa hawa dan kondisi yang Anda bawa tidaklah sehangat dan sealami yang seharusnya, hilanglah kesempatan untuk membuat kesan pertama di kesempatan kedua. Ada beberapa hal yang seharusnya. dilakukan untuk menciptakan kesan pertama yang berkesan di benak pelanggan, atau siapa saja yang berhadapan dengan Anda.

Tepat Waktu.
Konsumen/Pelanggan tidak mau tahu dan tidak akan bisa menerima alasan keterlambatan apa pun yang mungkin kita sampaikan Terlebih pada mereka yang memiliki jadwal superketat. Bangsa Jepang dikabarkan hanya bisa menolerir keterlambatan selama tiga detik, sementara Amerika tiga menit. Bagaimana dengan Indonesia? Anda bisa menjawabnya sendiri.

Salaman yang Kokoh.
Di Amerika, ada kepercayaan, bahwa jabat tangan yang lemah menunjukkan pemilik salam itu tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Sebaliknya, orang yang bersalaman dengan mantap dan meyakinkan memiliki nilai yang lebih tinggi untuk dijadikan rekan bisnis.

Bahasa Tubuh yang Sopan.
Menurut Dr. Albert Mehrabian dari jurusan Psikologi University of California, sekitar 55% manusia dinilai dari bahasa tubuhnya. Anggukan yang lembut, tangan yang tidak disilangkan di dada dan tidak dimasukkan ke kantong celana, serta gerak-gerik seimbang dan lembut akan memberikan kesan sopan di hadapan orang lain.
Sebaliknya, gerakan anggota tubuh yang terlalu cepat dan tidak sinkron dengan ucapan dapat membuat pelanggan menangkap kesan agresif negatif yang bisa ‘membahayakan’ posisi mereka. Ada kesan unsur ‘menyerang’ di sana.

Busana yang Tepat.
Pepatah Jawa mengatakan, “citra dirimu ada di busanamu.” Jangan lupa, yang dilihat pelanggan pertama kali pada tiga detik pertama adalah penampilan. Baru setelah itu karakter, gaya bicara dan sejenisnya.

Jadilah Diri Sendiri.
Kepura-puraan pasti sangat melelahkan. Sebab, untuk menjaganya supaya stabil demi mendongkrak citra diri, imitasi karakter dan gaya yang terus menerus akan menguras energi. Ini bukan hanya akan mengganggu konsenstrasi tapi juga isi diskusi. Karena itu, jadilah diri Anda sendiri setiap saat.

Bicara dengan Jujur dan Terstruktur.
Melalui pengaturan bicara yang tersusun rapi, kesempatan pertama akan menjadi sangat positif dan produktif. Berkatalah jujur untuk melengkapinya.

Tetap Positif dan Tersenyum.
Hindari sedapat mungkin untuk tidak menjelek-jelekkan orang atau, pihak Iain. Jangan melakukan perbandingan secara mencolok. Pelanggan diam-diam pasti melakukan penilaian terhadap kredibilitas dan profesionalitas Anda.

Selain itu, sebuah pepatah Tionghoa mengatakan “Jika tidak bisa tersenyum, jangan buka toko”. Maksudnya jelas sekali, bagaimana penjualan bisa terjadi jika senyum pun hanya disimpan sendiri?